TUNARUNGU
A. PENGERTIAN TUNARUNGU
Hambatan pendengaran biasa disebut sebagai
tunarungu. Istilah tunarungu di ambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’. Kata ‘tuna’
artinya kurang, dan ‘rungu’ artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu
apabila seseorang tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suar.
Kelainan pendengaran atau tunarungu adalah
hilangnya kemampuan pendengaran seseorang, baik itu sebagaian (hard of
hearing) maupun seluruhnya (deaf) hal tersebut menyebabkan kemampuan
pendengaran orang tidak berfungsi.
Melihat dari rentang waktu terjadinya
ketunarunguan, Kirk (1970) mengelompokkan gangguan itu kedalam dua jenis,
yakni prelingual dan (postlingual. Kelompok anak
tunarungu prelingual termasuk kedalam tunarungu berat.
Adapun postlingual adalah anak yang mengalami kehilangan
ketajaman pendengaran setelah kelahirannya.
B. FAKTOR PENYEBAB ANAK DENGAN HAMBATAN PENDENGARA
Berbagai factor dapat menyebabkan anak mengalami
hambatan pendengaran. Howard dan Orlensky (1994) memberikan contoh penyebab
kerusakan pendengaran yaitu:
1. Materna
Rubella
Pada waktu iu mengandung mudah terkena penyakit
campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.
2. Factor
keturunan
Yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga
yang mengalami kerusakan pendengaran.
3. Ada
komplikasi
Pada saat dalam kandungan dan kelahiran
premature, berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.
4. Meningitis
(radang otak)
Sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak
sensitifitas alat dengar dibagian dalam telinga.
5. Kecelakan/trauma
atau penyakit
C. TINGKAT KECAKAPAN BERBAHASA
ANAK TUNARUNGU
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat
dengan ketajaman pendengaran, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak
tuna rungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian, pada anak
tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa anak-anak. Proses
peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan
bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan
intensif sesuai dengan kemampuan taraf keturunguannya
Ada dua hal yang penting yang menjadi ciri khas
hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaannya.
1. Konsekuensi
akibat kelainan pendengaran berdampak pada kesulitan dalam menerima segala
macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang ada di sekitarnya.
2. Akibat
keterbatasannya dalam menerima rangsangan bunyi pada gilirannya penderita akan
mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di
sekitarnya.
Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak
tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan
bahasa dan bicaranya.
Rata-rata permasalahan yang di hadapi anak
tunarungu ada pada aspek-aspek berikut:
a. Miskin
kosakata, penguasaan perbendaharaan bahasanya yang terbatas.
b. Sulit
mengartikan ungkapan bahasa yang mengandungan arti kiasan atau sendirian.
c. Kesulitan
dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan,pandai,
mustahil
d. Selit
mengusai artikulasi, jeda, dan intonasi.
D. LANGKAH PENANGANAN
Dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan anak
tunarungu dari aspek tunarungu dari aspek kemampuan berbicaranya, sejak awal
masuk sekolah pengembangan kemampuan bahasanya itu menjadi skala prioritas
program pendidikannya, pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan
kemapuan berbicara anak tunarungu, yaitu oral dan isyarat.
Untuk mengembangkan kemampuan anak tunarungu,
orang tua dan guru harus memberikan kesempatan sejak usia dini. Misalnya, dengan
memberikan latihan-latihan. Hal itu terutama bagi anak yang masih mempunyai
sisa pendengaran. Proses tersebut harus difokuskan secara individual.
Adapun salah satu langkah penanganan yang
dianggap efektif adalah NAO (Natural Auditory Oral). Langkah ini
terbagi kedalam tiga cara, yaitu:
1. Style
natural
Dengan menyediakan lingkungan bagi anak dengan
pendengaran untuk tahap belajar bahasa sama dengan anak yang dapat mendengar
normal.
2. Style
auditory
Denga menekankan penggunaan pendengaran berapapun
sisa pendengaran yang ada dibantu dengan alat bantu dengar.
3. Style oral
Kecakapan mendengar yang di dapat anak dari
membangun kemampuan bicaranya.
Apabila mereka diberi kesempatan untuk berada
dilingkungan yang sama dengan anak yang dapat mendengar normal, mereka akan
termotivasi untuk terus memakai ketiganya dan berkembang kemampuan bicaranya,
sesuai dengan perkembangan anak-anak normal lainnya.
a. Syarat-syarat
penerapan NAO
1) Memaksimalkan
sisa pendengaran sejak dini.
2) Memakai
ketiga cara itu secara berkesimnmbungan.
3) Menciptkan
lingkungan berbahasa yang natural
4) Lingkungan
yang bebas bahasa isyarat
5) Orangtua
dan terapis focus pada tujuan yang sama, bahwa anak dengan gangguan pendengaran
mempunyai kesempatan yang sama dengan anak yang memiliki pendengaran normal
untuk membangun bahasanya.
b. Hal-hal
yang harus dihindari
1) Gerakan
mulut yang berlebihan
2) Ekspresi
wajah yang berlebihan
3) Mengarahkan
untuk melihat bibir pada saat berbicara
4) Menyentuh
anak untuk memanggil namanya atau untuk mendapatkan perhatiannya
5) Memakai
bahasa tubuh yang tidak umum atau memakai bahasa isyarat.
6) Memakai
bahasa tubuh yang berlebihan dari pada mengembangkan kemampuan mendengar anak.
c. Langkah-langkah
mengembangkan kemampuan anak tunarungu
1. Identifikasi
Untuk mengethui tingkat anak dalam mendengar,
orang tua atau terapis dapat melakukan suatu permainan bunyi.
2. Pembedaan
bunyi
Anak kemudian berlatih membedakan bunyi terutama
dalam hal pengartikulasiaannya.
3. Pemaknaan
Apabila anak sudah bisa menggunakan suatu kata
dengan artikulasi yang jelas, orangtua atau terapis perlu melanjutkannya pada
langkah pemaknaan. Misalnya, kata batik, batuk, batak atau murah.
4. Penerapan
Lngkah selanjutnya adalah penerapan kecakapan
berbahasa anak pada kegiatan berkomunikasi yang sebenarnya,
Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah
memberikan intervensi yang tepat kepada anak kita yang tuna rungu. Intervensi tersebut
berupa terapi. Ada beberapa terapi yang saat ini kita kenal di Indonesia,
yaitu: terapi wicara, terapi auditory verbal (AVT), dan terapi natural auditory
oral (NAO). Kita sebagai orang tua dapat memilih salah satu dari terapi-terapi
tersebut yang memang sesuai dengan keadaan kita dan anak kita.[3]
Karena pertemuan kali ini adalah membahas tentang
terapi wicara, maka yang akan dibahas adalah tentang terapi wicara. Berbagai
masalah anak tuna rungu yang ditangani oleh terapis wicara adalah:
a) Mendengar
b) Bahasa
c) Artikulasi
d) Irama Kelancaran
e) Suara
Adapun penjelasan dari penanganan berbagai
masalah tersebut adalah:
(1) Mendengar
Pada latihan mendengar yang diajarkan dan dilatih
adalah:
(a) Deteksi suara
(b) Diskriminasi suara
(c) Identifikasi suara
(d) Komprehensif
(2) Bahasa
Pada latihan bahasa ini anak tuna rungu diajarkan
untuk menyusun kata-kata sehingga mengandung makna dan dapat digunakan
untuk berkomunikasi.
(3) Artikulasi
Bertujuan untuk melatih alat-alat ucap sehingga
dapat memproduksi artikulasi dan dapat menyempurnakannya.
(4) Irama Kelancaran
Melatih agar dapat berbicara dengan lancar dan
menghindari terjadinya:
(a) Stuttering
(b) Cluttering
(c) Latah
(5) Suara
Melatih agar suara dapat keluar secara natural
dan menghindari produksi suara yang:
(a) Nasal/sengau
(b) Tinggi/melengking
(c) Serak
(d) Besar
No comments:
Post a Comment