Saturday 13 January 2018

TUNARUNGU

TUNARUNGU

A.    PENGERTIAN TUNARUNGU
Hambatan pendengaran biasa disebut sebagai tunarungu. Istilah tunarungu di ambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’. Kata ‘tuna’ artinya kurang, dan ‘rungu’ artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila seseorang tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suar.
 Kelainan pendengaran atau tunarungu adalah hilangnya kemampuan pendengaran seseorang, baik itu sebagaian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) hal tersebut menyebabkan kemampuan pendengaran orang tidak berfungsi.
Melihat dari rentang waktu terjadinya ketunarunguan, Kirk (1970) mengelompokkan gangguan itu kedalam dua jenis, yakni prelingual dan  (postlingual. Kelompok anak tunarungu prelingual termasuk kedalam tunarungu berat. Adapun postlingual adalah anak yang mengalami kehilangan ketajaman pendengaran setelah kelahirannya.
B. FAKTOR PENYEBAB ANAK DENGAN HAMBATAN PENDENGARA
Berbagai factor dapat menyebabkan anak mengalami hambatan pendengaran. Howard dan Orlensky (1994) memberikan contoh penyebab kerusakan pendengaran yaitu:
1.      Materna Rubella
Pada waktu iu mengandung mudah terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.
2.      Factor keturunan
Yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga yang mengalami kerusakan pendengaran.
3.      Ada komplikasi
Pada saat dalam kandungan dan kelahiran premature, berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.
4.      Meningitis (radang otak)
Sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak sensitifitas alat dengar dibagian dalam telinga.
5.      Kecelakan/trauma atau penyakit

C.    TINGKAT KECAKAPAN BERBAHASA ANAK TUNARUNGU
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran, akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tuna rungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian, pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa anak-anak. Proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa, anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan taraf keturunguannya
Ada dua hal yang penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaannya.
1.      Konsekuensi akibat kelainan pendengaran berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang ada di sekitarnya.
2.      Akibat keterbatasannya dalam menerima rangsangan bunyi pada gilirannya penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya.
Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya.
Rata-rata permasalahan yang di hadapi anak tunarungu ada pada aspek-aspek berikut:
a.       Miskin kosakata, penguasaan perbendaharaan bahasanya yang terbatas.
b.      Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandungan arti kiasan atau sendirian.
c.       Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan,pandai, mustahil
d.      Selit mengusai artikulasi, jeda, dan intonasi.
D.    LANGKAH PENANGANAN
Dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari aspek tunarungu dari aspek kemampuan berbicaranya, sejak awal masuk sekolah pengembangan kemampuan bahasanya itu menjadi skala prioritas program pendidikannya, pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemapuan berbicara anak tunarungu, yaitu oral dan isyarat.
Untuk mengembangkan kemampuan anak tunarungu, orang tua dan guru harus memberikan kesempatan sejak usia dini. Misalnya, dengan memberikan latihan-latihan. Hal itu terutama bagi anak yang masih mempunyai sisa pendengaran. Proses tersebut harus difokuskan secara individual.
Adapun salah satu langkah penanganan yang dianggap efektif adalah NAO (Natural Auditory Oral). Langkah ini terbagi kedalam tiga cara, yaitu:
1.      Style natural
Dengan menyediakan lingkungan bagi anak dengan pendengaran untuk tahap belajar bahasa sama dengan anak yang dapat mendengar normal.
2.      Style auditory
Denga menekankan penggunaan pendengaran berapapun sisa pendengaran yang ada dibantu dengan alat bantu dengar.
3.      Style oral
Kecakapan mendengar yang di dapat anak dari membangun kemampuan bicaranya.
Apabila mereka diberi kesempatan untuk berada dilingkungan yang sama dengan anak yang dapat mendengar normal, mereka akan termotivasi untuk terus memakai ketiganya dan berkembang kemampuan bicaranya, sesuai dengan perkembangan anak-anak normal lainnya.
a.       Syarat-syarat penerapan NAO
1)      Memaksimalkan sisa pendengaran sejak dini.
2)      Memakai ketiga cara itu secara berkesimnmbungan.
3)      Menciptkan lingkungan berbahasa yang natural
4)      Lingkungan yang bebas bahasa isyarat
5)      Orangtua dan terapis focus pada tujuan yang sama, bahwa anak dengan gangguan pendengaran mempunyai kesempatan yang sama dengan anak yang memiliki pendengaran normal untuk membangun bahasanya.
b.      Hal-hal yang harus dihindari
1)      Gerakan mulut yang berlebihan
2)      Ekspresi wajah yang berlebihan
3)      Mengarahkan untuk melihat bibir pada saat berbicara
4)      Menyentuh anak untuk memanggil namanya atau untuk mendapatkan perhatiannya
5)      Memakai bahasa tubuh yang tidak umum atau memakai bahasa isyarat.
6)      Memakai bahasa tubuh yang berlebihan dari pada mengembangkan kemampuan mendengar anak.
c.       Langkah-langkah mengembangkan kemampuan anak tunarungu
1.      Identifikasi
Untuk mengethui tingkat anak dalam mendengar, orang tua atau terapis dapat melakukan suatu permainan bunyi.
2.      Pembedaan bunyi
Anak kemudian berlatih membedakan bunyi terutama dalam hal pengartikulasiaannya.
3.      Pemaknaan
Apabila anak sudah bisa menggunakan suatu kata dengan artikulasi yang jelas, orangtua atau terapis perlu melanjutkannya pada langkah pemaknaan. Misalnya, kata batik, batuk, batak atau murah.
4.      Penerapan
Lngkah selanjutnya adalah penerapan kecakapan berbahasa anak pada kegiatan berkomunikasi yang sebenarnya,
Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah memberikan intervensi yang tepat kepada anak kita yang tuna rungu. Intervensi tersebut berupa terapi. Ada beberapa terapi yang saat ini kita kenal di Indonesia, yaitu: terapi wicara, terapi auditory verbal (AVT), dan terapi natural auditory oral (NAO). Kita sebagai orang tua dapat memilih salah satu dari terapi-terapi tersebut yang memang sesuai dengan keadaan kita dan anak kita.[3]
Karena pertemuan kali ini adalah membahas tentang terapi wicara, maka yang akan dibahas adalah tentang terapi wicara. Berbagai masalah anak tuna rungu yang ditangani oleh terapis wicara adalah:
a)      Mendengar
b)      Bahasa
c)      Artikulasi
d)     Irama Kelancaran
e)      Suara

Adapun penjelasan dari penanganan berbagai  masalah tersebut adalah:
(1)   Mendengar
Pada latihan mendengar yang diajarkan dan dilatih adalah:
(a)    Deteksi suara
(b)   Diskriminasi suara
(c)    Identifikasi suara
(d)   Komprehensif
(2)   Bahasa
Pada latihan bahasa ini anak tuna rungu diajarkan untuk menyusun kata-kata sehingga mengandung makna dan dapat digunakan untuk berkomunikasi.
(3)   Artikulasi
Bertujuan untuk melatih alat-alat ucap sehingga dapat memproduksi artikulasi dan dapat menyempurnakannya.
(4)   Irama Kelancaran
Melatih agar dapat berbicara dengan lancar dan menghindari terjadinya:
(a)    Stuttering
(b)   Cluttering
(c)    Latah
(5)   Suara
Melatih agar suara dapat keluar secara natural dan menghindari produksi suara yang:
(a)    Nasal/sengau
(b)   Tinggi/melengking
(c)    Serak
(d)   Besar


No comments:

Post a Comment

Jika jamur musnah, maka bangkai makhluk hidup akan lbh lambat dlm proses pembusukannya krna hnya bergantung pada bakteri. Setidaknya seperti itu

Bumi adalah tempat terjadinya organisasi kehidupan mulai dari sel hingga biosfer. Diantara individu2 yg ada di bumi, terjadi peristiwa makan...