Saturday 15 October 2016

MAKALAH ADAT BERTAMU DAN MENERIMA TAMU DI ACEH


DESA PASAR KOTA BAKTI BBNMAKALAHTENTANG ADAT BERTAMU DAN MENERIMA TAMU DI ACEHBBN DESA PASAR KOTA BAKTI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Berbicara tentang Adat Aceh memang tak habis-habisnya dan tak akan pernah selesai sampai kapanpun. Topik yang satu ini memang menarik untuk dibicarakan terutama karena Adat itu sendiri sesungguhnya merupakan segala hal yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia. Jadi,selama manusia itu ada selama itu pula persoalan adat akan terus dibicarakan. Demikian pula halnya Adat Aceh, Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus. Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh.Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya Adat Minangkabau. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja Adat bertamu dalam budaya Aceh ? 2. Bagaimana Adat menerima tamu dalam Adat Aceh ? 1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengetahui sejauh mana Adat Aceh mengalami perubahan,dan pandangan masyarakat aceh terhadap Bertamu dana Menerima tamu dan petuah dan kebiasaan-kebiasaan yang telah turun menurun berlaku dalam masyarakat, petuah atau kebiasaan yang disebut adat istiadat dinanggroe aceh yang mulai dikesampingkan oleh generasi muda, yang bersifat negatif. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Adat Aceh Adat aceh adalah Adat yang dijalani oleh masyarakat yang adapt istiadatnya sangat berkaitan dengan islam. Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat aceh tidak bertentangan dengan ajaran agama islam. Adat yang islam ini kita harapkan dapat tercermin dalam semua tingkah laku dan kehidupan orang aceh. 2.2 Menerima Tamu Dalam Adat Aceh A. Ranup Lampuan Atau yang di sebut dengan menerima tamu ( memuliakan ) adalah kesenian tari yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam. Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup warga Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu. Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh. Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut, tari ini digolongkan ke dalam jenis tari adat/upacara. B. Sejarah Ranup Lampuan Ranup (atauranub) dalam Bahasa Aceh memang berarti sirih,sementara lampuan terdiri dari dua kata, yakni (lam) yang artinya dalam, dan (puan) yang berarti tempat sirih khas Aceh. Tarian ini diciptakan oleh Yusrizal (Banda Aceh) kurang lebih pada 1962 (Burhan, 1986; 141). Tak lama setelah populer di Banda Aceh, tari ini berkembang di berbagai daerah lainnya di Nangroe Aceh Darussalam. Selain Ranup Lampuan, koregrafer tersohor Aceh ini, bersama grup tari Pocut Baren, juga banyak menciptakan tari-tari tradisional Aceh lainnya, seperti Meusare-sare, Bungong Sieyueng-yueng, Tron U Laot, Poh Kipah, Tari Rebana, dan Sendratari Cakra Donya Iskandar Muda,Pada awalnya, tari Ranup Lampuan yang dibawakan oleh 7 penari perempuan ini diciptakan dengan iringan musik modern (band atau orkestra), namun dalam perkembangannya, Ranup Lampuan lebih sering diiringi musik tradisional khas Aceh, “Serune Kalee”, sebagaimana diusulkan sejumlah pihak pada waktu itu. C. Makna dalam Ranup Lampuan Setiap gerakan dan atribut dalam tarian ini mengandung makna simbolik. Sebagai gambaran, seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Terdapat juga gerakan salam-sembah dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan, dan ke depan sebagai perlambang kekhidmatan mempersilakan para tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaran. Selain sebagai hidangan penyambut tamu, ranup atau sirih mempunyai peran yang penting dalam ritus-ritus sosial masyarakat Aceh, sehingga ia selalu ada dalam berbagai prosesi, dari mulai pernikahan, sunatan, bahkan ketika menguburkan jenazah. 2.4 Sirih Aceh Daun sirih di Aceh dinamakan Ranub. Ranub memainkan peranan penting dalam kehidupan orang Aceh. Ranub yang telah dibubuhi kapur, irisan pinang, dan gambir kemudian dikunyah sebagai makanan pelengkap. Prosesi penyiapannya dari memetik daun sampai dengan menyajikannya divisualisasikan menjadi sebuah gerakan tari yang sangat dinamis dan artistik. Gerakan inilah yang akhirnya menjadi tarian tradisional asal Aceh yang dinamakan Tari Ranub Lampuan. Menyajikan ranub kepada tamu dalam tradisi Aceh adalah sebuah ungkapan rasa hormat. Namun kita tidak pernah memperhatikan dengan seksama apa yang ada di balik semua aktifitas yang berkaitan dengan ranub. Ranub bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki manfaat secara fisik semata. Namun di balik itu ada berbagai penafsiran poli-interpretasi, karena di dalam memahaminya ranub menjadi simbol yang multi rupa. Pemaknaannya secara sosial dan kultural digunakan dalam banyak cara dan berbagai aktivitas. Ranub dengan segala perlengkapannya memainkan peranan penting pada masa kesultanan Aceh, dalam upacara-upacara kebesaran sultan. Selain itu dalam perkembangannya, ranub juga menempati peranan yang cukup penting dalam sistem daur hidup (life cycle) masyarakat Aceh. Jika ada acara-acara resmi, seperti pernikahan, hajatan sunat, bahkan di acara penguburan mayat sekalipun, ranub seolah menjadi makanan wajib. Sehingga ada anggapan, adat dan ranub menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan di Aceh. Dari masa sebelum melahirkan yakni ketika usia kehamilan mencapai tujuh atau delapan bulan, mertua sudah mengusahakan seorang bidan untuk menyambut kelahiran bayi. Pihak mertua dan ibunya sendiri biasanya mempersiapkan juga hadiah yang akan diberikan kepada bidan pada saat mengantar nasi sebagai tanda persetujuan. Tanda ini disebut dengan peunulang, artinya hidup atau mati orang ini diserahkan kepada bidan. Setelah menerima peunulang, ada kewajiban bagi bidan untuk menjenguk setiap saat. Bahkan kadang-kadang ada yang menetap sampai sang bayi lahir. Biasanya hadiah yang diberikan kepada bidan antara lain seperti, ranub setepak (bahan-bahan ranub), pakaian sesalin (biasanya satu stel), dan uang ala kadarnya. Pada saat bayi lahir, diadakan pemotongan tali pusar dengan sebilah sembilu, kemudian diobati dengan obat tradisional seperti dengan arang, kunyit, dan air ludah ranub. Upacara yang berkaitan dengan daur hidup lainnya yang didalamnya menggunakan ranub sebagai salah satu medianya adalah upacara antar mengaji. Upacara perkawinan dalam masyarakat Aceh juga mempergunakan ranub dalam rangkaian upacaranya. Setelah seulangke mendapat kabar dari ayah si gadis, lalu menyampaikan kabar suka cita kepada keluarga pemuda, ditentukan waktu atau hari apa mengantar ranub kong haba, artinya ranub penguat kata atau perjanjian kawin (bertunangan). Kemudian keluarga si pemuda mengumpulkan orang-orang patut dalam kampung kemudian memberi tahu maksud bahwa dimintakan kepada orang-orang yang patut tersebut untuk pergi ke rumah ayah si gadis untuk meminang si gadis dan bila dikabulkan terus diserahkan ranub kong haba atau tanda pertunangan dengan menentukan sekaligus berapa mas kawinnya (jiname/jeulamee). Dalam hubungan sosial masyarakat Aceh, ranub juga memiliki fungsi dan peranan penting antara lain untuk penghormatan kepada tamu. Sekaligus untuk menjalin keakraban dan perasaan solidaritas kelompok, maupun sebagai media untuk meredam/menyelesaikan konflik serta menjaga harmoni sosial. A. Menjadi Simbol Berkaitan dengan adat menyuguhkan ranub tersebut, ranub dapat diartikan sebagai simbol kerendahan hati dan sengaja memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah. Sebentuk daun sirih (sebagai aspek ikonik) dalam kaitan ini dapat dirujuk pada aspek indeksikalnya adalah sifat rasa yang pedar dan pedas. Simbolik yang terkandung di dalamnya adalah sifat rendah hati dan pemberani. Ranub juga dianggap memiliki makna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial. Hal ini tergambar ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, upacara peusijuek, meu-uroh, dan upacara lainnya ranub hadir ditengah-tengahnya. Semua bentuk upacara itu selalu diawali dengan menyuguhkan ranub sebelum upacara tersebut dimulai. Dalam etika sosial masyarakat Aceh, tamu (jamee) harus selalu dilayani dan dihormati secara istimewa. Hal ini terjadi karena seluruh segi kehidupan masyarakat Aceh telah dipengaruhi oleh ajaran Islam yang dibakukan dalam adat dan istiadat. Sementara Bate Ranub (puan) yang menjadi wadahnya melambangkan keindahan budi pekerti dan akhlak yang luhur. Wadah tersebut sebagai satu kesatuan yang melambangkan sifat keadatan. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam Adat yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Adat Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adatistiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bungaatau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya.Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obat- obatan, thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain.Fenomena syariat Islam di Aceh hari ini cendrung mengarah kepada pendistorsian syariat itu sendiri. Di satu sisi budaya masyarakat Aceh adalah budaya yang sangat mendukung pelaksanaan syariat Islam, tapi pada prosesnya mengalami hambatan ditingkatan atas, yaitu elite-elite politik yang cenderung menjadikan syariat Islam itusebagai komoditas politik yang berorientasi pada kekuasaan. Indikasinya ditandaidengan lambannya proses pembuatan kanun-kanun (UU). 3.2 Saran Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adat dan budaya kita. Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya bagi kehidupan masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang sebelum kita kita menjaga adaat budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita menjaganya.Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita, agar kita lebih memahami dan mengerti permasalahan Adat Aceh. DAFTAR PUSTAKA http://destririfhani.blogspot.com/2011/03/adat-dan-budaya-aceh.htmlhttp://maswardy07.blogspot.com/2011/05/adat-dan-budaya-aceh-sangat-bangat-tapi.htmlThaib,Rosita.2008.SINTAKSI. Banda aceh :Universitas syah kuala. http://aceh.tribunnews.com/2014/02/23/etika-bertamu-dalam-sanggamara https://www.academia.edu/9112208/Makalah_Adat_dan_BUdaya_Aceh http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/861/ranup-lampuan TERIMA KASIH

TES

<marquee>TULISAN BERJALAN</marquee>
PercobaanKOTA BAKTIINI HANYA SEKEDAR BELAJAR

Jika jamur musnah, maka bangkai makhluk hidup akan lbh lambat dlm proses pembusukannya krna hnya bergantung pada bakteri. Setidaknya seperti itu

Bumi adalah tempat terjadinya organisasi kehidupan mulai dari sel hingga biosfer. Diantara individu2 yg ada di bumi, terjadi peristiwa makan...